Jumat, 31 Agustus 2012
Rabu, 01 Agustus 2012
Azan Subuh Berkumandang, Tapi Masih Minum
Saat
waktu sahur, lalu azan subuh berkumandang. Apakah saya masih boleh
minum/makan? Atau terhitung sejak azan tersebut, sudah tidak boleh ada
lagi yang masuk ke mulut?
(Rangga Hadimulyo, Jakarta)
Puasa dimulai dari terbit fajar, yaitu berbarengan dengan masuknya waktu subuh dan berakhir saat terbenam matahari yaitu berbarengan dengan masuknya waktu magrib. Ketentuan ini merujuk pada firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 187. Saat azan subuh berkumandang, berarti pada waktu itu juga kita harus menghentikan makan, minum dan segala sesuatu yang bisa membatalkan puasa.
TEMPO.CO/Ilustrasi
Kita dianjurkan untuk sahur walaupun hanya dengan seteguk air. Ini berlaku untuk puasa wajib ataupun sunah. Rasulullah SAW bersabda, “Bersahurlah kamu karena sesungguhnya sahur itu berbarokah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Sebelum azan subuh biasanya kita mengenal istilah imsak.Sebagian besar orang Indonesia masih beranggapan bahwa waktu imsak adalah 10 menit menjelang azan subuh yang ditandai dengan bunyi sirine di beberapa radio atau televisi. Sebenarnya, ini kurang tepat. Imsak artinya menahan diri dari hal-hal yang membatalkan (makan, minum, hubungan intim, dll) dari waktu subuh hingga waktu magrib. Jadi, ketika Anda bangun untuk makan sahur tapi sangat dekat dengan waktu azan subuh, dan dari radio atau televisi terdengar sirine atau lagu, tidak perlu khawatir. Anda punya waktu sepuluh menit untuk makan sahur. Manfaatkan waktu itu sebaik-baiknya.
(Rangga Hadimulyo, Jakarta)
Puasa dimulai dari terbit fajar, yaitu berbarengan dengan masuknya waktu subuh dan berakhir saat terbenam matahari yaitu berbarengan dengan masuknya waktu magrib. Ketentuan ini merujuk pada firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 187. Saat azan subuh berkumandang, berarti pada waktu itu juga kita harus menghentikan makan, minum dan segala sesuatu yang bisa membatalkan puasa.
TEMPO.CO/Ilustrasi
Kita dianjurkan untuk sahur walaupun hanya dengan seteguk air. Ini berlaku untuk puasa wajib ataupun sunah. Rasulullah SAW bersabda, “Bersahurlah kamu karena sesungguhnya sahur itu berbarokah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Sebelum azan subuh biasanya kita mengenal istilah imsak.Sebagian besar orang Indonesia masih beranggapan bahwa waktu imsak adalah 10 menit menjelang azan subuh yang ditandai dengan bunyi sirine di beberapa radio atau televisi. Sebenarnya, ini kurang tepat. Imsak artinya menahan diri dari hal-hal yang membatalkan (makan, minum, hubungan intim, dll) dari waktu subuh hingga waktu magrib. Jadi, ketika Anda bangun untuk makan sahur tapi sangat dekat dengan waktu azan subuh, dan dari radio atau televisi terdengar sirine atau lagu, tidak perlu khawatir. Anda punya waktu sepuluh menit untuk makan sahur. Manfaatkan waktu itu sebaik-baiknya.
Jumat, 27 Juli 2012
Dua Niat, Satu Kali Puasa
Apabila
saya mesti membayar puasa yang batal pada bulan Syawal, bolehkah saya
membayarnya dengan niat puasa sunah Syawal plus niat bayar puasa wajib?
Jadi dua niat, tapi satu kali puasa.
(Alfan, Surabaya)
Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang berpuasa Ramadan, lalu melaksanakan puasa enam hari pada bulan Syawal, maka pahalanya seperti puasa setahun." (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah). Hadits ini menegaskan bahwa puasa 6 hari pada bulan Syawal itu sunah.
AP Photo/Mukhtar Khan/Ilustrasi
Puasa Syawal bisa dikerjakan secara terpisah-pisah atau bertutrut-turut, yang penting masih pada bulan Syawal.
Sementara puasa qadha hukumnya wajib karena puasa tersebut dilakukan sebagai pengganti untuk puasa yang tidak bisa kita lakukan di bulan Ramadan karena sakit, bepergian atau kalau pada kaum wanita, karena menstruasi (lihat QS Al-Baqarah 2:185).
Jelaslah bahwa puasa Syawal dan qadha itu kedudukan hukumnya berbeda; maka tidak diperbolehkan satu aktivitas puasa dengan dua niat; niat Syawal dan niat bayar qadha.
Hal ini berlaku juga dalam pelaksanaan salat. Tidak diperbolehkan suatu aktivitas salat dengan dua niat. Misalnya salat 2 rakaat pada waktu subuh dengan niat salat rawatib dan niat salat subuh.
Rumus di atas berlaku untuk ibadah-ibadah yang dikategorikan mahdhah. Ibadah mahdhah adalah ibadah yang tata cara pelaksanaannya telah diatur dalam Alquran dan sunah, kita tidak boleh menambahi atau menguranginya, alias harus apa adanya seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW (lihat QS. Al-Ahzaab 33:21). Yang masuk dalam kategori ibadah ini adalah salat, puasa, haji, dan lainnya.
Sementara untuk ibadah muamalah, yaitu ibadah yang teknik pelaksannya tidak diatur secara detail, seperti mencari ilmu, mencari nafkah, dan lainnya, diperbolehkan untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut dengan niat lebih dari satu. Misalnya datang ke majelis taklim dengan dua niat yaitu thalabul (mencari) ilmu dan thalabul jodoh. Hal ini diperbolehkan karena bersifat ibadah muamalah (kemasyarakatan).
Anda punya pertanyaan soal Islam? Tanyakan langsung pada Aam Amiruddin di form pada halaman ini.
(Alfan, Surabaya)
Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang berpuasa Ramadan, lalu melaksanakan puasa enam hari pada bulan Syawal, maka pahalanya seperti puasa setahun." (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah). Hadits ini menegaskan bahwa puasa 6 hari pada bulan Syawal itu sunah.
AP Photo/Mukhtar Khan/Ilustrasi
Puasa Syawal bisa dikerjakan secara terpisah-pisah atau bertutrut-turut, yang penting masih pada bulan Syawal.
Sementara puasa qadha hukumnya wajib karena puasa tersebut dilakukan sebagai pengganti untuk puasa yang tidak bisa kita lakukan di bulan Ramadan karena sakit, bepergian atau kalau pada kaum wanita, karena menstruasi (lihat QS Al-Baqarah 2:185).
Jelaslah bahwa puasa Syawal dan qadha itu kedudukan hukumnya berbeda; maka tidak diperbolehkan satu aktivitas puasa dengan dua niat; niat Syawal dan niat bayar qadha.
Hal ini berlaku juga dalam pelaksanaan salat. Tidak diperbolehkan suatu aktivitas salat dengan dua niat. Misalnya salat 2 rakaat pada waktu subuh dengan niat salat rawatib dan niat salat subuh.
Rumus di atas berlaku untuk ibadah-ibadah yang dikategorikan mahdhah. Ibadah mahdhah adalah ibadah yang tata cara pelaksanaannya telah diatur dalam Alquran dan sunah, kita tidak boleh menambahi atau menguranginya, alias harus apa adanya seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW (lihat QS. Al-Ahzaab 33:21). Yang masuk dalam kategori ibadah ini adalah salat, puasa, haji, dan lainnya.
Sementara untuk ibadah muamalah, yaitu ibadah yang teknik pelaksannya tidak diatur secara detail, seperti mencari ilmu, mencari nafkah, dan lainnya, diperbolehkan untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut dengan niat lebih dari satu. Misalnya datang ke majelis taklim dengan dua niat yaitu thalabul (mencari) ilmu dan thalabul jodoh. Hal ini diperbolehkan karena bersifat ibadah muamalah (kemasyarakatan).
Anda punya pertanyaan soal Islam? Tanyakan langsung pada Aam Amiruddin di form pada halaman ini.
Lebaran Berbeda, Masihkah Kita Berpuasa?
Kalau lebaran berbeda, masihkah kita harus puasa di saat orang lain sudah lebaran?
(Rahanny, Jakarta)
Pertanyaan ini memang patut dikemukakan terlebih beberapa tahun ini di Indonesia sering terjadi perbedaan penanggalan 1 Syawal antara pemerintah dengan beberapa ormas Islam.
Siapa orang yang tidak mendambakan kesamaan dan kekompakan dalam menjalankan ibadah shaum, khususnya dalam memulai shaum tersebut atau saat Idul Fitri tiba. Tetapi telah sama-sama kita sadari bahwa ternyata dalam penentuan awal Ramadan atau Idul Fitri sampai saat ini masih terjadi perbedaan. Semestinya, kita mafhum jika perbedaan merupakan sunnatullah.
Oleh karenanya, janganlah sampai perbedaan tersebut membawa bencana. Justru jadikan semua itu aksesori yang menghiasi kehidupan bersama dalam bingkai ukhuwah Islamiah (persaudaraan dalam Islam). Tinggal bagaimana kita mewujudkannya dalam kedewasaan berpikir dan bertindak.
Allah SWT mengingatkan di dalam Alquran, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya; sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati; semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (Q.S. Al-Israa:36)
Dalam menghadapi perbedaan pendapat, langkah pertama yang harus ditempuh berdasarkan ayat tersebut adalah memperkaya diri dengan pengetahuan, khususnya seputar penentuan awal bulan Ramadan dan Syawal sesuai kemampuan. Setelah itu, tanamkan kedewasaan untuk menyikapi perbedaan, sejauh perbedaan itu sama-sama memiliki dasar yang kuat. Terakhir, yakinilah yang menjadi pandangan kita dan jangan ada sedikit pun keraguan atas keputusan yang telah diambil.
Kalau kita ragu apakah sudah masuk tanggal 1 Syawal (Idul Fitri) atau belum, maka sebaiknya kita membatalkan puasa karena diharamkan untuk berpuasa pada hari yang meragukan.
Ammar bin Yasir R.A. berkata, “Siapa yang berpuasa pada hari yang meragukan, maka sungguh telah durhaka” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Nasai).
Kalau orang lain sudah berlebaran sementara kita yakin bahwa hari itu belum waktunya lebaran, kita yakin bahwa lebaran itu besok sesuai penanggalan yang kita yakini benar, maka kita harus meneruskan puasa karena kita tidak termasuk orang yang ragu.
Tetapi kalau ragu, maka sebaiknya kita membatalkan puasa seperti dijelaskan dalam hadis di atas.
Kesimpulannya, kita harus tetap berpuasa kalau kita yakin belum lebaran walaupun orang lain sudah berlebaran.
(Rahanny, Jakarta)
Pertanyaan ini memang patut dikemukakan terlebih beberapa tahun ini di Indonesia sering terjadi perbedaan penanggalan 1 Syawal antara pemerintah dengan beberapa ormas Islam.
Siapa orang yang tidak mendambakan kesamaan dan kekompakan dalam menjalankan ibadah shaum, khususnya dalam memulai shaum tersebut atau saat Idul Fitri tiba. Tetapi telah sama-sama kita sadari bahwa ternyata dalam penentuan awal Ramadan atau Idul Fitri sampai saat ini masih terjadi perbedaan. Semestinya, kita mafhum jika perbedaan merupakan sunnatullah.
Oleh karenanya, janganlah sampai perbedaan tersebut membawa bencana. Justru jadikan semua itu aksesori yang menghiasi kehidupan bersama dalam bingkai ukhuwah Islamiah (persaudaraan dalam Islam). Tinggal bagaimana kita mewujudkannya dalam kedewasaan berpikir dan bertindak.
Allah SWT mengingatkan di dalam Alquran, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya; sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati; semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (Q.S. Al-Israa:36)
Dalam menghadapi perbedaan pendapat, langkah pertama yang harus ditempuh berdasarkan ayat tersebut adalah memperkaya diri dengan pengetahuan, khususnya seputar penentuan awal bulan Ramadan dan Syawal sesuai kemampuan. Setelah itu, tanamkan kedewasaan untuk menyikapi perbedaan, sejauh perbedaan itu sama-sama memiliki dasar yang kuat. Terakhir, yakinilah yang menjadi pandangan kita dan jangan ada sedikit pun keraguan atas keputusan yang telah diambil.
Kalau kita ragu apakah sudah masuk tanggal 1 Syawal (Idul Fitri) atau belum, maka sebaiknya kita membatalkan puasa karena diharamkan untuk berpuasa pada hari yang meragukan.
Ammar bin Yasir R.A. berkata, “Siapa yang berpuasa pada hari yang meragukan, maka sungguh telah durhaka” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Nasai).
Kalau orang lain sudah berlebaran sementara kita yakin bahwa hari itu belum waktunya lebaran, kita yakin bahwa lebaran itu besok sesuai penanggalan yang kita yakini benar, maka kita harus meneruskan puasa karena kita tidak termasuk orang yang ragu.
Tetapi kalau ragu, maka sebaiknya kita membatalkan puasa seperti dijelaskan dalam hadis di atas.
Kesimpulannya, kita harus tetap berpuasa kalau kita yakin belum lebaran walaupun orang lain sudah berlebaran.
Mimpi Basah Setelah Sahur
(Bamby, Semarang)
Apabila kita sedang berpuasa, melakukan sesuatu yang membatalkan puasa tanpa kesadaran atau tanpa kesesengajaan, misalnya makan atau minum, maka puasanya tidak batal karena dilakukan tanpa kesengajaan atau tanpa kesadaran.
Mimpi basah terjadi tanpa niat dan tanpa kesengajaan orang yang mengalaminya. Mimpi basah terjadi karena proses biologis ketika kapasitas sperma sudah melewati ambang batas, maka sperma itu keluar lewat mimpi, yang kemudian disebut mimpi basah.
Jupiterimages/Ilustrasi
Karena mimpi basah itu terjadi di luar kesengajaan atau kesadaran kita, maka hukumnya sama seperti kita makan atau minum tanpa sengaja. Oleh karena itu, puasanya tetap sah dan harus dilanjutkan hingga magrib.
Ada beberapa aktivitas yang mungkin oleh sebagian orang dinilai dapat membatalkan puasa, termasuk mimpi basah. Padahal jika merujuk pada keterangan-keterangan yang sahih dari Nabi Muhammad SAW ternyata hal tersebut tidaklah membatalkan puasa. Apa sajakah itu?
Gosok gigi
Islam memerintahkan kita menjaga kebersihan, salah satunya dengan menjaga kebersihan gigi. Karena itu menggosok gigi tetap dianjurkan walau sedang berpuasa. Hal ini mengacu ke hadis, Amir bin Rabi’ah R.A. mengatakan, “Aku melihat Rasulullah SAW menggosok gigi padahal beliau sedang puasa” (H.R. Ahmad dan Bukhari).
Muntah & mimpi basah
Orang yang muntadan mimpi basah puasanya tidak batal karena itu di luar kemampuan dirinya. Sebagaimana hadits, “Tidak batal orang yangmuntah, yangmimpi hubungan seks, dan berbekam (diambil darah).” (H.R. Abu Daud).
Mencium istri
Istri Rasulullah SAW. Ummu Salamah r.a. mengatakan, “Nabi Muhammad SAW menciumku padahal beliau sedang puasa" (H.R. Tirmidzi).
Diriwayatkan dari Aisyah R.A., “Nabi Muhammad SAW memeluk dan mencium (istrinya) ketika sedang berpuasa, dan beliau lebih mampu menahan diri dari siapa pun di antara kalian” (H.R. Bukhari).
Diambil darah
Diambil darah saat puasa untuk keperluan laboratorium atau sebagai donor darah tidak membatalkan puasa kecuali jika dengan donor tubuh menjadi lemah (drop), diperbolehkan untuk berbuka. Hal ini mengacu pada hadis, “Nabi Muhammad SAW berbekam (diambil darah) ketika beliau puasa” (H.R. Bukhari).
Mandi siang hari
Mandi di siang hari tidak membatalkan puasa sebagaimana keterangan seorang sahabat berikut, “Aku melihat Rasulullah SAW menuangkan air di kepalanya ketika puasa karena cuaca panas” (H.R. Ahmad).
Berkumur-kumur
Umar R.A. berkata, "Suatu hari aku merasa gembira kemudian aku mencium [istriku] padahal aku sedang puasa. Lalu aku mendatangi Nabi Muhammad SAW kataku, 'Hari ini saya melakukan kesalahan besar, saya mencium istri padahal sedang puasa,' Rasulullah SAW bersabda, 'Apa pendapatmu jika kamu berkumur dengan air, padahal engkau puasa?' Aku menjawab,'Tidak apa-apa,' Nabi bersabda, 'Lalu mengapa?'" (H.R. Ahmad dan Abu Daud)
Kamis, 26 Juli 2012
Mengatasi Masalah Kesehatan di Bulan Ramadhan
Sebentar lagi kita akan memasuki bulan ramadhan dan biasanya Pada hari-hari awal berpuasa, tubuh biasanya ‘kaget’ akan pola makan yang baru. Hal itu pun mempengaruhi kondisi kesehatan yang membuat kita tidak nyaman. Seperti yang dilansir dari theismaili.org (04/07), ada beberapa jenis masalah kesehatan yang biasa dialami ketika berpuasa dan cara mengatasinya. Simak penjelasannya berikut ini selengkapnya Masalah Kesehatan Yang Sering Timbul Saat Berpuasa
Mual
Masalah mual biasanya dikarenakan terlalu banyak makan, kurang minum, dan kurang asupan serat. Untuk menghindari rasa mual, perbanyak konsumsi sereal gandum yang kaya serat, sayuran, dan air putih selama berpuasa.
Sakit kepala
Sakit kepala saat puasa bisa disebabkan oleh konsumsi kafein berlebih, kurang tidur, dehidrasi, dan tentu saja, rasa lapar! Menghindari rokok dan kafein jauh-jauh hari sebelum Ramadan tiba akan menghindarkan Anda dari sakit kepala. Daripada kafein, lebih baik minum teh, jus, atau air putih. Jangan lupa untuk tidur cukup juga!
Masalah pencernaan
Orang-orang yang berpuasa cenderung ‘balas dendam’ ketika berbuka karena di siang hari mereka merasa sangat kelaparan. Makan berlebihan itu pun akhirnya menyebabkan masalah pencernaan yang sangat tidak nyaman. Cara mengatasinya adalah dengan makan secukupnya dan minum air putih sebanyak-banyaknya.
Kadar gula dalam darah
Jarak makan yang terlalu jauh akan menurunkan kadar gula dalam darah. Kemudian gula itu kembali naik saat Anda menikmati makanan manis ketika berbuka. Naik turunnya kadar gula dalam darah membuat tubuh mudah lelah, pusing, dan kurang konsentrasi. Solusi untuk masalah ini salah satunya adalah mengurangi makanan manis dan menggantinya dengan makanan berprotein tinggi. Dengan demikian, kadar gula dalam darah bisa tetap stabil dan tubuh tetap mendapat sumber energi dari protein.
Ingat, berbuka puasa adalah jadwal makan yang harus dinikmati secara wajar, bukan pesta yang dihabiskan dengan makan sepuasnya. Apabila masalah kesehatan tersebut di atas tetap berlanjut dan semakin parah, segera hubungi dokter terdekat. Menikmati Ramadan dalam keadaan sehat tentu jauh lebih menyenangkan daripada terganggu dengan masalah kesehatan yang ad
Tentang Fidyah & Kaffarah
Sering kita
mendengar tentang fidyah dan kaffarah,
apakah yang di maksud dengan keduanya? Baiklah pada posting kalini,saya akan
mencoba menuliskanya, karena sebentar lagi puasa tahun ini akan berahir tentu
pengetahuan tentang fidyah dan kafarah sangatlah penting.
Fidyah
adalah penebus kesalahan, yaitu kewajiban yang di kenakan kepada beberapa
kelompok orang yang di perbolehkan membatalakan puasa mereka karena suatu sebab
yang khusus.orang-orang yang wajib berfidyah itu tidak di wajibkan mengkodlo
puasanya yang batal.
Firman Allah
yang Artinya:
Dan
orang-orang yang bisa puasa dengan susah payah itu.(bila tidak berpuasa), wajib
bayar fidyah (yaitu member makan seorang anak miskin).( Q.s Albaqarah 184)
Lalu apakah
bentuk penebus(fidyah) tersesebut? Yaitu memberi makan seorang miskin tiap hari
bagi yang tidak melaksanakan puasa, kalu seumpama seseorang tidak berpuasa 7
hari maka ia wajib member makan seorang fakir miskin selama tujuh hari, atau
bisa memberi tujuh orang miskin makan dalam sehari.
Lalu
berapakah ukuran makanana yang harus di berikan? Dalam AlQuran ataupun hadis
tidak di tetapkan sifat volume fidyah tersebut, karnanya terdapat perbedaan
pendapat dikalangan ulama tentang batas banyaknya satu kali fidyah.Tetapi
secara umum jumlah satu fidyah adalah memberi makan sehari pada si miskin
sesuai kebiasaan makan kita, misalkan,kalau kitadalam keseharian biasa makan 3
kali sehari maka kita harus memberi makan tiga kali juga dengan jenis makanan
sesuai keseharian kita, atau bisa juga kita uangkan, kalu biasanya kita sekali
makan senilai Rp. 6000-, maka kita beri satu fidyah Rp. 18000,-.
Setelahmengetahui
apa yang di maksud dengan fidyah kita tentu perlu tahu siapa saja atau orang
yang bagaimanakah yang yang wajib fidyah. Orang yang wajid fidyah adalah :
1.Perempuan
hamil yang apabila berpuasa di hawatirkan mengganggu kesehatan dirinya atau
bayi yang di kandungnya.
2.Perempuan
yang sedang menyusui yang hawatir kesehatan dirinya atau anaknya terganggu
apabila tetap berpuasa.
3.orangtua
yang sudah tidak kuat lagi berpuasa.
4..Orang
yang apabila puasa akan menyebabkan sakit.
5.Orang
sakit yang tidak dapat puasa dan tidak ada harapan sembuh.
6.Orang yang
yang tetap harus bekerja pada pekerjaan yang berat yang tidak kuat di bawa
puasa.
Jumlah enam
kelompok tersebut berdasarkan hadist yang memberi penjelasan tentang Alquran
surat Albaqarah ayat 184.
Demikianlah
bahasan tentang fidyah, semoga bermanfaat. Postingan berikutnya insyaallah akan
saya tuliskan tentang Kaffarah.Mohon
maaf apabila ada kekeliruan.
Pengetahuan
tentang fidyah tersebut saya dapatkan dari pengajian rutin saya setiap hari
Minggu pagi dengan Ustad Kasman Diputra Mariasan.
Tentang Kaffarah
Setelah tulisan sebelumnya tentang
fidyah, kali ini akan saya sambung dengan penjelasan tentang kaffarah.
Kaffarah adalah artinya penutup satu kesalahan atau dosa,
jadi jelasnya kaffarah adalah suatu denda yang dikenakan kepada orang-orang
yang membatalkan puasanya karena karena melakukan hububgan suami istri di siang
hari pada saat puasa ramadhan.
Setelah kita mengetahui maksud dari kaffarah kita juga
perlu tahu orang-orang yang bagaimanakah yang di wajibkan bayar kaffarah, untuk
itu mari kita simak hadis di bawah ini:
Artinya:
Dari Abi Huraerah r.a ia berkata:Ketika kami sedang duduk
bersama-sama Rasulallah Saw, tiba-tiba datang seorang laki-laki menemui Nabi
saw. Lalu berkata: Saya telah binasa, ya Rasulallah! Sabdanya Apa yang telah
membinasakanmu? Jawabnya: saya telah telah bersetubuh dengan istri saya dalam
Ramadhan. Sabdanya: Adakah padamu kemampuan buat memerdekakan hamba? Jawabnya:
tidak ada. Sabdanya: Bisakah engkau berpuasa dua bulan berturut-turut?
Jawabnya: Tidak bisa. Sabdanya: bisakah engkau member makan enam puluh orang
miskin? Jawabnya: Tidakbisa. Kemudian ia duduk lantas ada orang bawa kepada
nabi satu keranjang kurma; Sabdanya: Bersedekahlah kamu dengan ini. Jawabnya:
apakah kepada orang yang lebih fakair dari kami? Sesungguhnya di madinah ini
tidak ada ahli rumah yang lebih fakair dari kami. Lalu Rasulallah tertawa hingga
kelihatan gerahamnya, dan bersabda: pergilah dan berilah makanan ini kepada
ahlimu(keluargamu) (HSR Bukhari dan Muslim).
Nahdari hadist tersebut kita dapat mengambil kesimpulan
bahwa
1. Suamiyang berhubungan suami istri di dalam keadaan
puasa, maka dia kena kaffarah, ialah:
a. Harus memerdekakan seorang hamba sahaya,
b. Bila tidak mampu maka ia harus berpuasa selam 2 bulan
berturut-turut, atu
c. Memberi makan terhadap 60 fakir miskin
Kalautidak bisa ia kerjakan salah satu dari tiga tersebut,
maka menjadi utang atasnya, dan wajib ia tunaikan di saat ada kelapangan,tetapi
jika sudah di usahakan dengan maksimal dan ternyata memang semuanya memang
semuanya tidak mampu ia lakukan, sampai member makan 60 orang fakir miskinpun
ia tidak mampu, karena iapun termasuk orang miskin seperti pada hadist diatas,
maka bisa datang ke BAZIS untuk meminta bantuan sebagai mustahik zakat agar ia
bisa melakukan kewajibanya tersebut.
2. Sedangkan bagi istri atau perempuan yang di campuri
oleh suaminya tadi bagi dia tidak di wajibkan bayar kafarrah.
Demikanlah tentang kaffarah, semoga bermanfaat.
Hitungan Fidyah |
Ditulis oleh Dewan Asatidz |
Tanya: Assalamualaikum Wr.Wb. Pak Ustadz, saya ingin bertanya hukumnya fidyah dan bagaimana penghitungannya. Apakah 1 kali makan atau 1 hari, apa makan plus lauk pauknya dan kalau diuangkan berapa? Wasalamualaikum Wr.Wb. Jawab: Mayoritas Ulama bersepakat bahwa hukum fidyah adalah wajib, berdasar ayat "Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (puasa) membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin." (QS. Al-Baqarah:184) Orang yang meninggalkan puasa adakalanya yang harus membayar fidyah dan mengqadha' puasa, adakalanya yang diharuskan membayar fidyah saja. Yang masuk kategori pertama (membayar fidyah dan qadha'): 1. Perempuan yang hamil dan menyusui apabila menghawatirkan kesehatan anaknya. (Jika ia menghawatirkan kesehatan dirinya bukan anaknya, sebaliknya, ia harus mengqadha' saja tanpa harus membayar fidyah.) 2. Orang yang terlambat mengqadha' puasa sampai datang bulan Ramadhan berikutnya dengan tanpa udzur (haid, nifas, sakit, gila, bepergian yang berkepanjangan, dll.). Dan yang masuk dalam kategori kedua (membayar fidyah saja, tanpa qadha') : 1. Seseorang yang kondisi fisiknya memang tidak memungkinkan lagi berpuasa, seperti kakek-nenek yang sudah tua renta. 2. Orang sakit yang tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya. Adapun mengenai kadar atau takaran fidyah itu adalah satu mud (makanan pokok setempat) untuk satu hari. Jadi jika seseorang meninggalkan 5 hari, ia mempunyai tanggungan 5 mud. Satu mud sama dengan 675 gram, atau yang mencukupi dua kali makan satu orang (sahur dan buka). Boleh juga dibayarkan berupa uang, dihargai sesuai harga pasar setempat. Karena wajarnya makan itu lengkap dengan lauk-pauk, ya harus sekalian dengan lauk-pauk. Sewajarnya saja. |
Masalah Penting Di Bulan Ramadhan
1. HUKUM SHAUM
Shaum hukumnya wajib dan merupakan salah satu dari rukun Islam, berdasarkan Firman Allah ta’ala dalam surat Al Baqarah ayat 185:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Maka barang siapa di antara kamu hadir (di negri tempat tinggalnya) maka hendaklah dia berpuasa pada bulan itu,”
Dan berdasarkan hadits shahih riwayat Al Bukhari dan Muslim dari jalur Ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma:
بنيالإسلام على خمس:….وصوم رمضان..
”Islam itu dibangun di atas lima hal: Beliau menyebutkan salah satunya adalah shaum.“
Dan berdasrakan Ijma kaum
muslimin, sehingga barang siapa mengingkari kewajibannya sedang dia
berada dilingkungan orang Islam atau sudah sampai kepadanya Ilmu dan
hujjah maka dia itu kafir, namun orang yang meninggalkannya sedang dia
mengakui kewajibannya maka dia itu pelaku dosa besar.
2. SYARAT-SYARAT SHAUM
Shaum Ramadlan wajib atas kaum muslimin dengan syarat berikut ini:
» Baligh dan berakal berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
رفع القلم عن ثلاثة: عن المجنون حتى يفيق وعن النائم حتى يستيقظ وعن الصبي حتى يبلغ
”Pena (taklif) Diangkat
dari tiga orang: dari orang yang gila sehingga dia sadar, dari orang
yang sedang tidur sehingga dia bangun, dan dari anak kecil sehingga dia
baligh,” (HR Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad shahih).
» Dan bila dia itu wanita maka diharuskan suci dari haidh dan nifas, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أليس إذا حاضت المرأة لم تصل ولم تصم
”Bukankah wanita bila haidh dia tidak shalat dan shaum,” (HR Al Bukhari)
Musafir tidak diwajibkan melakukan shaum ketika itu, berdasarkan firman-Nya dalam surat Al Baqarah ayat 184:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Maka barang siapa
di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka),
maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu
pada hari-hari yang lain,”
Namun bila berbuka dia harus mengqadlanya di hari lain begitu juga orang yang sakit.
Orang yang sudah tua renta yang
tidak mampu shaum dan tidak bisa mengqadlanya nanti maka dia tidak
wajib shaum namun harus membayar fidyah (satu hari satu setengah kilogram) berdasarkan perkataan Ibnu ‘Abbas :
رخص للشيخ الكبير أن يطعم عن كل يوم مسكينا ولا قضاء عليه
”Dirukhshahkan bagi orang yang sudah renta untuk memberi makan seorang miskin pengganti satu hari dan tidak wajib mengqadla,” (HR Ad Daruquthni dan Al Hakim, hadits shahih)
Wanita hamil dan wanita menyusui dia boleh berbuka dan nanti harus mengqadlanya sebagaimana halnya musafir, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Allah menggugurkan shaum dan separuh shalat dari orang musafir dan (menggugurkan) shaum dari wanita hamil dan menyusui,” (HR Ahmad dan Ashhabus Sunan dengan sanad hasan)
Orang yang lalai sehingga belum
mengqadla shaum yang dia tinggalkan sampai tiba Ramadlan berikutnya
maka dia harus taubat dan mengqadla serta membayar fidyah setiap satu
hari satu setengah sha’ sebagaimana difatwakan oleh para sahabat radliyallahu ‘anhum (kira-kira satu setengah kilogram) (Fatawa Ibnu Baz 5/222).
Orang yang mempunyai kewajiban
shaum (seperti orang yang pernah berbuka pada saat sakit atau safar dan
setelah Ramadlan dia leha-leha untuk mengqadlanya) terus dia meninggal
maka walinya shaum atas nama dia berdasarkan hadits ‘Aisyah:
من مات وعليه صيام صام عنه وليه
“Barangsiapa meninggal dunia sedang dia mempunyai kewajiban shaum maka walinya shaum atas nama dia,” (HR Al Bukhari dan Muslim)
Namun bila tidak ada yang mau
shaum atasnya maka dikeluarkan fidyah setiap satu harinya setengah sha’.
Adapun orang yang tidak leha-leha namun terburu meninggal, seperti
meninggal di saat safar atau pas baru datang atau saat sakit setelah
Ramadlan maka tidak ada kewajiban apa-apa…..Ibnu Baz 5/239.
3. RUKUN-RUKUN SHAUM
» Niat.
Berniatlah sebelum fajar untuk melakukan shaum pada hari esoknya, namun
niatnya cukup di dalam hati saja, jangan dilafalkan dengan lisan karena
itu tidak ada ajarannya, Rasulullah bersabda:
مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ
“Barangsiapa tidak berniat shaum di malam hari maka shaumnya tidak sah. (Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, dan Ibnu Majah).
» Menahan dari yang membatalkan shaum. Sebagaimana surat Al Baqarah ayat 187:
ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
“Kemudian sempurnakanlah shaum sampai (datang) malam,”
» Waktu, yaitu siang hari dengan dalil yang sama.
4. HAL-HAL YANG SUNNAHKAN
» Jangan lupa berdo’a ketika berbuka dari shaum, dan inilah do’anya yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ذَهَبَ الظَّمَاُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ الله ُ
“Hilanglah rasa dahaga, basahlah urat-urat dan tetaplah pahalanya Insya Allah.” (Hadits Hasan Riwayat Abu Dawud)
Adapun do’a yang biasa dipakai oleh kaum muslimin yang berbunyi: Allahumma laka shumtu wa bika aamantu…” adalah hadits dlaif (lemah) sehingga tidak usah dipakai.
» Jangan lupa ikut salat tarawih di malam harinya, dan janganlah pulang sehingga selesai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
“Barangsiapa melakukan
qiyam (shalat Tarawih) bersama imam sampai dia selesai (dari shalatnya),
maka dicatat baginya (sama dengan melakukan) qiyam satu malam (penuh).(Hadits shahih riwayat keempat penyusun As Sunan)
» Banyaklah membaca Al
Qur’an dengan tadabbur, khusyu’, karena Ramadlan adalah bulan shaum,
qiyam dan Al Qur’an. Adalah Al Imam Malik Ibnu Anas rahimahullah
bila datang bulan Ramadlan beliau memberhentikan majlis haditsnya dan
beliau menekuni secara khusus tilawah Al Qur’an. Dan yang belum bisa
membaca Al Qur’an segeralah belajar membacanya sebelum datang masa
penyesalan di masa tua dan kelak di akhirat. Banyak majlis yang
mengajarkan Al Qur’an dengan majjan (gratis) tinggal anda yang
mendatanginya, bagaimana mungkin anda mengaku memiliki kitab suci Al
Qur’an sebagai pedoman, bila anda tidak bisa membacanya, apalagi
menghayatinya, segeralah. Karena Al Qur’an diturunkan buat orang yang
masih hidup bukan untuk yang sudah meninggal dunia.
» Menyegerakan berbuka bila saatnya tiba, berdasarkan sabdanya shallallahu ‘alaihi wa sallam,” Senantiasa orang dalam kebaikan selama menyegerakan berbuka,” dan dalam satu riwayat,” dan mengakhirkan sahur,” (HR Al Bukhari dan Muslim)
» Berbuka dengan kurma segar, atau kurma kering, atau air. Anas radliyallahu ‘anhu berkata: ”Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka dengan ruthab sebelum melakukan shalat, bila tidak ada beliau memakan kurma kering, dan bila tidak ada beliau meneguk air beberapa teguk,” (HR Ath Thabrani).
» Sahur berdasarkan sabdanya: ”Sahurlah karena sahur itu mengandung barakah,” (Muttafaq Alaih).
5. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHAUM
» Makan dan minum,
termasuk dalam kategori makan dan minum adalah: Obat-obatan yang
dikonsumsi lewat mulut, suntikan penambah energi, juga merokok termasuk
membatalkan shaum, bahkan merokok itu hukumnya haram kapan saja.
» Keluar mani karena mencium, merangkul, menyentuh, onani, dan mengulang-ulang memandang. Namun tidak wajib kafarat. .( Mulakhkhash Al Fiqh Al Islami 1/269)
» Sengaja mengundang muntah, berdasarkan sabdanya shallallahu ‘alaihi wa sallam: ”Barang
siapa terkalahkan oleh muntah maka tidak ada wajib qadla, dan
barangsiapa mengusahakan untuk muntah maka wajib atasnya qadla,”
» Haidl.
» Murtad dari Islam, berdasarkan Firman-Nya dalam surat Az Zumar: 65.
» Berbekam, berdasarkan sabdanya: ”Berbukalah orang yang berbekam dan yang dibekam,” termasuk donor darah (Mulakhkhash Al Fiqh Al Islami: 1/269)
» Jima (melakukan hubungan badan) sebagaimana hadits Abu Hurairah yang masyhur.
Haidl membatalkan shaum secara
muthlaq, adapun selain haidl dari hal-hal di atas itu semua tidak
membatalkan shaum kecuali dengan tiga syarat :
- Dia tahu bahwa itu membatalkan
- Melakukannya dalam keadaan ingat
- dan melakukannya dengan kehendak sendiri tidak dipaksa atau dlarurat (70 masalah shaum Muhammad Shalih Al Munajjid: 36)
Orang yang melakukan salah satu
dari yang membatalkan shaum di atas wajib atasnya menqadlanya nanti di
bulan lain, namun bagi yang melakukan jima di siang hari disamping nanti
dia harus mengqadla dia harus membayar kaffarat yaitu berurutan sebagai
berikut:
- Memerdekakan budak bila ada dan mampu
- bila tidak mampu dia harus melakukan shaum selama dua bulan berturut-turut tidak boleh terpotong kecuali udzur.
- Bila tidak mampu dia harus memberi makan 60 orang miskin masing-masing setengah sha’ (satu setengah kilogram)
6. HAL-HAL YANG DIBOLEHKAN DAN DIMAAFKAN
» Ihtilam (mimpi bersenggama di siang hari) sehingga keluar air mani tidak membatalkan shaum.
» Keluar darah dari badan tidak membatalakan shaum
» Muntah tidak membatalkan shaum
» Keluar madzi tidak membatalkan shaum
» Berfikir sehingga mengeluarkan mani tidak membatalkan shaum
» Disuntik tidak membatalkan shaum
» Darah diambil untuk diperiksa tidak membatalkan shaum
» Gosok gigi dengan menggunakan pasta gigi tidak membatalkan shaum, namun harus hati-hati jangan sampai ketelan
» Obat tetes mata tidak membatalkan shaum
» Memakai celak mata tidak membatalkan shaum
» Menelan air liur tidak membatalkan shaum, namun bila itu dahak atau lendir maka tidak boleh ditelan
» Donor darah sebaiknya dilakukan setelah berbuka karena biasanya banyak sehingga sama dengan berbekam
» Sahur bukan syarat shaum
» Menyicipi makanan tanpa ditelan tidak membatalkan shaum
» Boleh melakukan hubungan suami isteri di malam hari setelah berbuka sampai sebelum datang waktu shalat hubuh.
» Orang yang habis
melakukan jima sebelum waktu shubuh, terus setelah selesai tibalah waktu
shubuh sedang dia dalam keadaan junub belum mandi maka shaumnya sah,
namun dia harus cepat mandi janabat untuk melakukan shalat shubuh
» Orang boleh makan minum sampai tibanya waktu adzan shubuh.
» Menyirami tubuh/mandi karena cuaca panas tidak membatalkan shaum
» Orang yang sedang makan sahur terus mendengar adzan shubuh, terus saja sahurnya diselesaikan.
7. HALHAL YANG HARUS DIPERHATIKAN.
» Jagalah shalat yang
lima waktu, karena apa artinya shaum tanpa melaksanakan shalat yang lima
waktu, sebab orang yang meninggalkan shalat fardlu adalah orang yang
kafir murtad dari Islam, sedangkan amalan ibadah itu tidak diterima dari
orang yang kafir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
اَلْعَهْدُ الَّذِيْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian (pembatas)
antara kita (orang islam) dengan mereka (orang kafir) adalah shalat,
maka barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir. (Shahih riwayat Ashhabus Sunan)
» Laki-laki harus selalu
menjaga shalat yang lima waktu dengan berjama’ah di masjid kecuali bila
ada halangan yang syar’i, seperti hujan, sakit, banjir, dan badai,
berdasarkan hadits-hadits yang banyak tentang wajibnya shalat berjama’ah
atas laki-laki.
» Jagalah pandangan dari
melihat wanita yang bukan mahram, dari nonton sinetron dan film-film
yang merusak, jagalah telinga dari suara-suara haram seperti musik dan
lain-lain, jagalah mulut dari membicarakan orang lain, menfitnah,
berkata jorok/porno, memaki, berkata kasar, dan hal-hal yang tidak baik
lainnya, karena apa artinya kita shaum/menahan dari makan dan minum
–yang padahal kalau tidak shaum itu halal bagi kita– namun kita malah
tidak shaum dari yang tidak halal, hanya lapar dan dahaga saja yang kita
dapatkan kalau demikian, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ ِللهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Barangsiapa tidak
meninggalkan perkataan dan perlakuan dusta, serta perbuatan kasar, maka
sama sekali Allah tidak mempunyai hajat terhadap dia meninggalkan
makanan dan minumannya. (HR. Al Bukhari)
» Sebagian orang di
bulan Ramadlan ini sibuk membuat dan mempersiapkan berbagai macam
makanan, minuman, bahkan pengeluaran biaya hidup di bulan Ramadlan
melebihi kebiasaannya di selain bulan Ramadlan, ini sungguh sangat jauh
dari hikmah shaum Ramadlan yang di antaranya merasakan kepedihan orang
miskin, yang terjadi malah pemborosan di bulan Ramadlan. Kita lihat yang
lain sibuk membeli pakaian baru, menjahit, memborong, dan seterusnya.
» Hendaklah setiap orang
Islam menjaga pakaiannya, baik di bulan Ramadlan maupun di luar
Ramadlan. Laki-laki hendaklah takut kepada Allah ta’ala dalam hal
pakaian yang mereka pakai, janganlah pakaian bawah anda melebihi mata
kaki, karena itu tempatnya di neraka, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِي النَّاِر
“Kain yang di bawah kedua mata kaki tempatnya di neraka (HR Abu Dawud dengan sanad shahih)
Juga hati-hatilah laki-laki meniru sikap, perilaku, gaya dan pakaian wanita karena itu termasuk yang dilaknat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Janganlah bersalaman dengan wanita yang bukan mahram, atau bersentuhan
dengannya secara disengaja karena itu juga dosa, sebagaimana sabdanya:
لأَنْ يُطْعَنَ فِيْ رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ
“Sungguh seseorang di antara
kalian ditusuk bagian kepalanya dengan tusukan besi, itu lebih baik
dari pada (sengaja) menyentuh wanita yang tidak halal baginya (Hadits Shahih Riwayat Ath Thabrani dan Al Baihaqi)
Wanita jagalah auratmu, jangan
banyak keluar rumah tanpa kepentingan yang mendesak, untuk pertama kali
mungkin anda merasa gerah ketika mengenakan pakaian muslimah, namun
nanti Insya Allah tidak akan terasa karena terbiasa, daripada nanti
merasakan panasnya api neraka yang tak terkira. Anda hanya menutupi
aurat anda beberapa menit saja ketika sedang shalat, namun seharian
engkau pamerkan auratmu kepada laki-laki, apa artinya itu. Barang
mahal biasanya dibungkus rapat dan rapih dan tidak sembarang orang boleh
melihat dan merabanya, namun barang murahan biasanya selalu dibuka,
dipajang, dan setiap orang bebas melihat dan merabanya, betul
tidak? dan engkau paham maksud kata-kata itu. Tutupilah auratmu semoga
Allah menutup hembusan dan lahapan api neraka dari tubuhmu!
» Jangan lupa berdo’a
ketika berbuka dari shaum, dan inilah do’anya yang dicontohkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ذَهَبَ الظَّمَاُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ الله ُ
“Hilanglah rasa dahaga, basahlah urat-urat dan tetaplah pahalanya Insya Allah. (Hadits Hasan Riwayat Abu Dawud)
Adapun do’a yang biasa dipakai oleh kaum muslimin yang berbunyi: Allahumma laka shumtu wa bika aamantu……,” adalah hadits dlaif (lemah) sehingga tidak usah dipakai.
» Jangan lupa ikut salat tarawih di malam harinya, dan janganlah pulang sehingga selesai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
“Barang
siapa melakukan qiyam (shalat Tarawih) bersama imam sampai dia selesai
(dari shalatnya), maka dicatat baginya (sama dengan melakukan) qiyam
satu malam (penuh). (Hadits shahih riwayat keempat penyusun As Sunan)
» Banyaklah membaca Al
Qur’an dengan tadabbur, khusyu’, karena Ramadlan adalah bulan shaum,
qiyam dan Al Qur’an. Adalah Al Imam Malik Ibnu Anas rahimahullah bila
datang bulan Ramadlan beliau memberhentikan majlis haditsnya dan beliau
menekuni secara khusus tilawah Al Qur’an. Dan yang belum bisa membaca Al
Qur’an segeralah belajar membacanya sebelum datang masa penyesalan di
masa tua dan kelak di akhirat, banyak majlis yang mengajarkan Al Qur’an
dengan majjan (gratis) tinggal anda yang mendatanginya, bagaimana
mungkin anda mengaku memiliki kitab suci Al Qur’an sebagai pedoman, bila
anda tidak bisa membacanya, apalagi menghayatinya, segeralah. Karena Al
Qur’an diturunkan buat orang yang masih hidup bukan untuk yang sudah
meninggal dunia.
ZAKAT FITRAH
Hukumnya:
Zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan ketika berakhirnya shaum Ramadlan, Ibnu Umar radliyallahu ‘anhu berkata,” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memfardlukan zakat fitrah satu sha’ dari burr atau satu sha’ dari
gandum atas budak dan orang merdeka, laki-laki dan wanita, anak kecil
dan orang dewasa dari kalangan kaum muslimin,” (Al Bukhari dan Muslim)
Hikmahnya:
Hikmah diwajibkannya adalah sebagai pensuci orang yang berpuasa dari laghwu (perbuatan sia-sia) dan rafats
(perkataan yang kotor) dan sebagai hidangan bagi orang miskin serta
sebagai rasa syukur terhadap Allah ta’ala atas penyempurnaan kewajiban
shaum.
Atas siapa diwajibkan:
Diwajibkan kepada seluruh kaum
muslimin berdasarkan hadits di atas. Setiap muslim mengeluarkan bagi
dirinya, isterinya, anak-anaknya dan budaknya bila dia memiliki
kelebihan dari kebutuhan makan hari itu (ied). Pembantu wajib
mengeluarkan bagi dirinya kecuali bila dikeluarkan oleh tuannya. Bayi
dalam kandungan tidak wajib dizakatkan kecuali bila hendak bertathawwu’
seperti yang dilakukan oleh Utsman radliyallahu ‘anhu.
Ukurannya :
Setiap orang satu sha’ = empat mudd (3 kg) dari makanan pokok negri sendiri.
Waktu wajibnya :
Wajib dikeluarkan sebelum
shalat ied dan tidak boleh mengakhirkannya setelah shalat ied, bila
mengakhirkannya karena lupa maka zakatnya sah dan tidak berdosa, dan
bila mengakhirkannya dengan sengaja maka dia berdosa namun zakatnya sah.
Orang yang menerima zakat.
Hikmah disyariatkan zakat
fitrah adalah untuk memberi kecukupan kepada orang fakir miskin maka
dari itu zakat harus disalurkan kepada mereka. Memang ada sebagian ulama
yang mengatakan bahwa penyaluran zakat fitrah sama dengan penyaluran
zakat mal, tapi pendapat yang pertama adalah yang lebih mendekati kepada
kebenaran karena itulah salah satu tujuan disyariatkan zakat fitrah.
Makna Shalat Pada Waktunya
Menyegerakan Shalat Pada Waktunya
Pertanyaan:Assalamu’alaikum Ustadz
Maaf saya mau tanya apa maksud assholata waktiha?
Kata temen saya shalat tepat waktu sama awal waktu itu beda, terus rincian tepat waktu itu bagaimana? Mohon dijelaskan.
Terima kasih. Wassalam
Dari: Muhammad
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah,
Disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim, dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Amal apakah yang paling dicintai Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab dengan sabdanya:
الصلاة على وقتها
“Shalat pada waktunya.”
Ibnu Mas’ud bertanya lagi: “Kemudian apa?” Beliau ulangi dua kali, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab dengan urutan:
“Berbakti kepada orang tua, kemduian berjihad fi sabilillah.”
Yang dimaksud: “Shalat pada waktunya” adalah shalat di awal waktu, sebagaimana keterangan Ibnu Hajar, dimana beliau menukil keterangan Ibnu Battal ketika menjelaskan hadis di atas:
قال ابن بطال: فيه أن البدار إلى الصلاة في أول وقتها أفضل من التراخي فيه
Ibnu Battal mengatakan, “Dalam hadis ini disimpulkan bahwa menyegerakan shalat di awal waktunya itu lebih afdhal (utama) dari pada menundanya.” (Fathul Bari, 2:9)
Cara Niat Puasa Ramadhan yang Benar
Niat Puasa
Pertanyaan:Assalamu’alaikum
Ustadz, niat puasa Ramadhan yang benar bagaimana? Apakah cukup satu kali untuk 1 bulan penuh atau tiap malam kita selalu niat.
Terima kasih atas jawabannya
Dari: Adi
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah
KonsultasiSyariah.com beberapa kali mendapatkan pertanyaan tentang tata cara niat puasa Ramadhan, ada juga yang menanyakan lafadz niat puasa Ramadhan. Semoga keterangan berikut bisa memenuhi apa yang diharapkan.
Pertama, dari mana asal melafalkan niat?
Keterangan yang kami pahami, munculnya anjuran melafalkan niat ketika beribadah, berawal dari kesalah-pahaman terhadap pernyataan Imam As-Syafi’i terkait tata cara shalat. Imam As-Syafi’i pernah menjelaskan:
الصَّلَاةِ لَا تَصِحُّ إلَّا بِالنُّطْقِ
“….shalat itu tidak sah kecuali dengan an-nuthq.” (Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 3:277)
An nuthq artinya berbicara atau mengucapkan. Sebagian Syafi’iyah memaknai an nuthq di sini dengan melafalkan niat. Padahal ini adalah salah paham terhadap maksud beliau rahimahullah. Dijelaskan oleh An Nawawi bahwa yang dimaksud dengan an nuthq di sini bukanlah mengeraskan bacaan niat. Namun maksudnya adalah mengucapkan takbiratul ihram. An-Nawawi mengatakan,
قَالَ أَصْحَابُنَا غَلِطَ هَذَا الْقَائِلُ وَلَيْسَ مُرَادُ الشَّافِعِيِّ بِالنُّطْقِ فِي الصَّلَاةِ هَذَا بَلْ مُرَادُهُ التَّكْبِيرُ
“Ulama kami (syafi’iyah) mengatakan, ‘Orang yang memaknai demikian adalah keliru. Yang dimaksud As Syafi’i dengan an nuthq ketika shalat bukanlah melafalkan niat namun maksud beliau adalah takbiratul ihram’.” (Al Majmu’, 3:277).
Kesalahpahaman ini juga dibantah oleh Abul Hasan Al Mawardi As Syafi’i, beliau mengatakan,
فَتَأَوَّلَ ذَلِكَ – الزُّبَيْرِيُّ – عَلَى وُجُوبِ النُّطْقِ فِي النِّيَّةِ ، وَهَذَا فَاسِدٌ ، وَإِنَّمَا أَرَادَ وُجُوبَ النُّطْق بِالتَّكْبِيرِ
“Az Zubairi telah salah dalam menakwil ucapan Imam Syafi’i dengan wajibnya mengucapkan niat ketika shalat. Ini adalah takwil yang salah, yang dimaksudkan wajibnya mengucapkan adalah ketika ketika takbiratul ihram.” (Al-Hawi Al-Kabir, 2:204).
Karena kesalah-pahaman ini, banyak kiyai yang mengkalim bermadzhab syafiiyah di tempat kita yang mengajarkan lafal niat ketika shalat. Selanjutnya masyarakat memahami bahwa itu juga berlaku untuk semua amal ibadah. Sehingga muncullah lafal niat wudhu, niat tayamum, niat mandi besar, niat puasa, niat zakat, niat sedekah, dst. Sayangnya, pak kiyai tidak mengajarkan lafal niat untuk semua bentuk ibadah. Di saat itulah, banyak masyarakat yang kebingungan, bagaimana cara niat ibadah yang belum dia hafal lafalnya?
Itu artinya, anjuran melafalkan niat yang diajarkan sebagian dai, telah menjadi sebab timbulnya keraguan bagi masyarakat dalam kehidupan beragamanya. Padahal ragam ibadah dalam Islam sangat banyak. Tentu saja, masyarakat akan kerepotan jika harus menghafal semua lafal niat tersebut. Padahal bukankah Islam adalah agama yang sangat mudah? Jika demikian, berarti itu bukan bagian dari syariat Islam.
Beberapa waktu yang lalu, KonsultasiSyariah.com mendapat pertanyaan yang cukup aneh, bagaimana lafal niat sahur yang benar? Meskipun pertanyaan ini bukan main-main, namun kami sempat terheran ketika ada orang yang sampai kebingungan dengan niat sahur. Bukankah ketika orang itu makan menjelang subuh, dalam rangka berpuasa di siang harinya, bisa dipastikan dia sudah berniat sahur?
Lagi-lagi, menetapkan amal yang tidak disyariatkan, pasti akan memberikan dampak yang lebih buruk dari pada manfaat yang didapatkan.
Kedua, sesungguhnya niat adalah amal hati
Siapapun ulama sepakat dengan hal ini. Niat adalah amal hati, dan bukan amal lisan.
Imam An-Nawawi mengatakan:
النية في جميع العبادات معتبرة بالقلب ولا يكفي فيها نطق اللسان مع غفلة القلب ولا يشترط
“Niat dalam semua ibadah yang dinilai adalah hati, dan tidak cukup dengan ucapan lisan sementara hatinya tidak sadar. Dan tidak disyaratkan dilafalkan,…” (Raudhah at-Thalibin, 1:84)
Dalam buku yang sama, beliau juga menegaskan:
لا يصح الصوم إلا بالنية ومحلها القلب ولا يشترط النطق بلا خلاف
“Tidak sah puasa kecuali dengan niat, dan tempatnya adalah hati. Dan tidak disyaratkan harus diucapkan, tanpa ada perselisihan ulama…” (Raudhah at-Thalibin, 1:268)
Dalam I’anatut Thalibin –salah satu buku rujukan bagi syafiiyah di Indonesia–, Imam Abu Bakr ad-Dimyathi As-Syafii juga menegaskan:
أن النية في القلب لا باللفظ، فتكلف اللفظ أمر لا يحتاج إليه
“Sesungguhnya niat itu di hati bukan dengan diucapkan. Memaksakan diri dengan mengucapkan niat, termasuk perbuatan yang tidak butuh dilakukan.” (I’anatut Thalibin, 1:65).
Tentu saja keterangan para ulama dalam hal ini sangat banyak. Semoga 3 keterangan dari ulama syafiiyah di atas, bisa mewakili. Mengingat niat tempatnya di hati, maka memindahkan niat ini di lisan berarti memindahkan amal ibadah bukan pada tempatnya. Dan tentu saja, ini bukan cara yang benar dalam beribadah.
Ketiga, inti niat.
Mengingat niat adalah amal hati, maka inti niat adalah keinginan. Ketika Anda menginginkan untuk melakukan seuatu maka Anda sudah dianggap berniat. Baik amal ibadah maupun selain ibadah. Ketika Anda ingin makan, kemudian Anda mengambil makanan sampai Anda memakannya, maka Anda sudah dianggap niat makan. Demikian halnya ketika Anda hendak shalat dzuhur, Anda mengambil wudhu kemudian berangkat ke masjid di siang hari yang panas, sampai Anda melaksanakan shalat, tentu Anda sudah dianggap berniat.
Artinya modal utama niat adalah kesadaran. Ketika Anda sadar dengan apa yang akan Anda kerjakan, kemudian Anda berkeinginan untuk mengamalkannya maka Anda sudah dianggap berniat. Ketika Anda sadar bahwa besok Ramadhan, kemudian Anda bertekad besok akan puasa maka Anda sudah dianggap berniat. Apalagi jika malam harinya Anda taraweh dan makan sahur. Tentu ibadah semacam ini tidak mungkin Anda lakukan, kecuali karena Anda sadar bahwa esok pagi Anda akan berpuasa Ramadhan. Itulah niat.
Syaikhul Islam pernah ditanya seperti berikut:
Bagaimana penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentang niat puasa Ramadhan; apakah kita harus berniat setiap hari atau tidak?
Jawaban beliau:
كُلُّ مَنْ عَلِمَ أَنَّ غَدًا مِنْ رَمَضَانَ وَهُوَ يُرِيدُ صَوْمَهُ فَقَدْ نَوَى صَوْمَهُ سَوَاءٌ تَلَفَّظَ بِالنِّيَّةِ أَوْ لَمْ يَتَلَفَّظْ . وَهَذَا فِعْلُ عَامَّةِ الْمُسْلِمِينَ كُلُّهُمْ يَنْوِي الصِّيَامَ
“Setiap orang yang tahu bahwa esok hari adalah Ramadhan dan dia ingin berpuasa, maka secara otomatis dia telah berniat berpuasa. Baik dia lafalkan niatnya maupun tidak ia ucapkan. Ini adalah perbuatan kaum muslimin secara umum; setiap muslim berniat untuk berpuasa.” (Majmu’ Fatawa, 6:79)
Keempat, niat puasa Ramadhan
Untuk puasa wajib, seorang muslim wajib berniat sebelum masuk waktu subuh. Hal ini berdasarkan hadis dari Hafshah radhiallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من لم يُبَيِّتِ الصيامَ من الليل فلا صيامَ له
“Barangsiapa yang belum berniat puasa di malam hari (sebelum subuh) maka puasanya batal.” (HR. An Nasa’i dan dishahihkan Al Albani)
Dalam riwayat yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ
“Barangsiapa yang belum berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Abu Daud, Ibnu khuzaimah, baihaqi)
Ketentuan ini berbeda dengan puasa sunah. Berdasarkan riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui Aisyah di siang hari di luar Ramadhan, kemudian beliau bertyanya:
هَلْ عِنْدَكُمْ غَدَاءٌ؟ وَإِلَّا , فَإِنِّي صَائِمٌ
“Apa kamu punya makanan untuk sarapan? Jika tidak, saya tak puasa.” (HR. Nasai, Ad-daruquthni, Ibnu Khuzaimah)
Kelima, apakah boleh berniat puasa langsung sebulan penuh, ataukah harus tiap malam mengulang niat?
Pada prinsipnya, ketika Anda sadar bahwan besok pagi mau puasa, maka Anda sudah dianggap berniat. Apalagi jika Anda makan sahur. Bisa dipastikan Anda sudah niat.
Namun bolehkah seseorang melakukan niat di awal Ramadhan untuk berpuasa penuh satu bulan? Sehingga Andaipun dia lupa atau ada faktor lainnya, sehingga tidak sempat berkeinginan puasa, Anda tetap sah puasanya.
Rabu, 25 Juli 2012
Hukum Menggunakan Pengharum Mulut Saat Puasa
Pengharum Mulut Saat Puasa
Pertanyaan:Boleh tidak memakai spray mulut (pengharum nafas pen.)? Soalanya pekerjaan saya harus berhadapan dengan tamu (sebagai guide).
Dari: Wiarta
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah
Berikut keterangan Dr. Sholeh Al-Fauzan:
يكفي عن استعمال البخاخ للفم في حالة الصيام استعمال السواك الذي حثّ عليه صلى الله عليه وسلم ، وإذا استعمل البخاخ ولم يصل شيء إلى حلقه ، فلا بأس به ، مع أن رائحة فم الصائم الناتجة عن الصيام ينبغي أن لا تُكره ، لأنها أثر طاعة محبوبة لله عز وجل ، وفي الحديث : ( خلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك ) .
Sebenarnya, untuk menghilangkan bau mulut cukup dengan menggunakan gosok gigi, sehingga tidak perlu spray mulut ketika puasa. Dimana melakukan gosok gigi dianjurkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Namun jika ada orang yang menggunakan spray, dan tidak ada sedikit pun yang masuk ke kerongkongannya, hukumnya tidak masalah. Selain itu, bau mulut orang yang berpuasa karena puasanya, selayaknya tidak dibenci. Karena bau mulut ini adalah dampak dari ketaatan yang dicintai Allah Ta’ala. Dalam hadis disebutkan:
خلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك
“Bau mulut orang yang puasa, lebih wangi di sisi Allah dari pada bau minyak wangi.” (HR. Bukhari dan Muslim) (Al-Muntaqa min Fatawa As-Syiekh, Dr. Sholeh Al-Fauzan, 3:121)
Langganan:
Postingan (Atom)